Kota Banjarmasin
Pusat Kota Banjarmasin (Resident de Haanweg)
Kota Banjarmasin adalah salah satu
kota sekaligus merupakan
ibu kota dari
provinsi Kalimantan Selatan,
Indonesia.
Nama asli kota Banjarmasin adalah Banjar-Masih, pada tahun
1664 Belanda menulisnya Banjarmasch atau Banzjarmasch
[2] Penyebutan Banjarmasin yang pernah digunakan:
- Bandjermassing
- Bandjer Massing
- Banjermassing
- Banjarmassing[3]
- Bandjarmassingh[4]
- Bandjermasin[5]
- Bandjermassin[6]
- Banjir Massin
- Banjar Massin[7]
- Banjarmassin[8]
- Banjarmatsin
- Bandjarmassin[9][10]
- Bandjar Masin[11]
Nama lain kota Banjarmasin adalah kota Tatas diambil dari nama
pulau Tatas yaitu delta yang membentuk wilayah kecamatan Banjarmasin Barat dan sebagian Banjarmasin Tengah yang dahulu sebagai pusat pemerintahan Residen Belanda
[12]
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan saat ini sedang mempersiapkan perpindahan pusat pemerintahan (kantor gubernur) ke kota
Banjarbaru yang berlokasi pada daratan yang lebih tinggi di sebelah tenggara kota Banjarmasin. Kota Banjarmasin, Banjarbaru dan Martapura sedang dipersiapkan oleh Dep. PU sebagai kota metropolitan (Kawasan Strategis Nasional) yang ke-9
[13][14][15] yang dinamakan Kawasan Metropolitan Banjarmasin-Banjarbaru-Martapura (BBM)
[16] atau Banjarmasin Metropolitan Area.
[17] Kawasan ini juga disokong oleh dua daerah lainnya yaitu Kabupaten Barito Kuala dan Tanah Laut. Kelima daerah ini dinamakan
Banjarmaskuala akronim dari Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, dan Tanah Laut.
[18]
Geografis
Letak
Kota Banjarmasin terletak pada 3°,15 sampai 3°,22 Lintang Selatan dan 114°,32 Bujur Timur, ketinggian tanah berada pada 0,16 m di bawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat pasang. Kota Banjarmasin berlokasi di sisi timur
sungai Barito. Letak Kota Banjarmasin nyaris di tengah-tengah Indonesia.
Kota Banjarmasin dibelah oleh
sungai Martapura dan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh kepada
drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap
kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan
sungai sebagai salah satu
prasarana transportasi air,
pariwisata,
perikanan dan
perdagangan.
Menurut data statistik 2001 dari seluruh luas wilayah Kota Banjarmasin yang kurang lebih 72 Km² ini dapat dipersentasikan bahwa peruntukan tanah saat sekarang adalah lahan tanah pertanian atau 3.111,9 ha, perindustrian 278,6 ha, jasa 443,4 ha dan pemukiman adalah 3.029,3 ha, dan lahan perusahaan seluas 336,8 ha. Perubahan dan perkembangan wilayah terus terjadi seiring dengan pertambahan kepadatan penduduk dan kemajuan tingkat pendidikan serta penguasaan ilmu pengetahuan teknologi
Fungsi dan penggunaan tanah
Tanah
aluvial yang didominasi struktur lempung adalah merupakan jenis tanah yang mendominasi wilayah Kota Banjarmasin. Sedangkan batuan dasar yang terbentuk pada cekungan wilayah berasal dari batuan metaforf yang bagian permukaan ditutupi oleh kerakal, kerikil, pasir dan lempung yang mengendap pada lingkungan sungai dan rawa.
Penggunaan tanah di Kota Banjarmasin Tahun 2003 untuk lahan pertanian seluas 2.962,6 Ha, Industri 278,6 Ha, Perusahaan 337,3 Ha, Jasa 486,4 Ha dan Tanah Perumahan 3.135,1 Ha. Dibandingkan dengan data tahun-tahun sebelumnya lahan pertanian cenderung menurun, sementara untuk lahan perumahan mengalami perluasan sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.
[19]Luas optimal Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebuah kota adalah 30% dari luas kota.
[20] Banjarmasin hanya memiliki 10 sampai 12 % RTH saja.
[21]
Iklim
Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari
Benua Asia melewati
Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari
Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.
Curah hujan yang turun rata-rata per tahunnya adalah kurang lebih 2.400 Mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600-3.500 Mm, jumlah hari hujan dalam setahun kurang lebih 150 hari dengan suhu udara yang sedikit bervariasi sekitar 26 °C.
Kota Banjarmasin termasuk wilayah yang beriklim tropis. Angin Muson dari arah Barat yang bertiup akibat tekanan tinggi di daratan Benua Asia melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim hujan, sedangkan tekanan tinggi di Benua Australia yang bertiup dari arah Timur adalah angin kering pada musim kemarau. Hujan lokal turun pada musim penghujan, yaitu pada bulan-bulan November – April. Dalam musim kemarau sering terjadi masa kering yang panjang. Curah hujan tahunan rata-rata sampai 2.628 mm dari hujan pertahun 156 hari. Suhu udara rata-rata sekitar 25 °C - 38 °C dengan sedikit variasi musiman. Fluktuasi suhu harian berkisar antara 74-91 % sedangkan pada musim kemarau kelembabannya rendah yaitu sekitar 52% yang terjadi pada bulan-bulan
Agustus,
September dan
Oktober.
Batas
Letak kota Banjarmasin di sebelah selatan provinsi Kalimantan Selatan yaitu:
Wilayah Administratif
Pasar tradisional di Banjarmasin pada zaman Belanda.
Kota Banjarmasin terdiri atas 5
kecamatan:
- Banjarmasin Barat: 13,37km²
- Banjarmasin Selatan: 20,18 km²
- Banjarmasin Tengah: 11,66 km²
- Banjarmasin Timur: 11,54 km²
- Banjarmasin Utara: 15,25 km²
Tabel. Jumlah Penduduk Banjarmasin tahun 2002[22]
Perguruan Tinggi
Media
Radio
Surat Kabar Harian
Televisi Lokal
Rumah Ibadah
Rumah ibadah :
- Masjid 141 buah
- Musholla 155 buah
- Langgar 717 buah
- Gereja Protestan 19 buah
- Balai Jemaat 1 buah
- Gereja Katolik 3 buah
- Kapel 1 buah
- Pura 1 buah
- Vihara 8 buah
Rumah ibadah di Banjarmasin, diantaranya:
Suku bangsa
Menjelang perang Banjarmasih-Negara Daha, penduduk Banjarmasin hanya 5.000 ditambah 1.000 pedagang berhadapan dengan tiga laksa (30.000) penduduk Negara Daha, belakangan dengan tambahan pasukan asing Banjarmasih memiliki empat laksa personil pasukan. Pasca Perang Banjarmasih-Negara Daha tahun 1526, penduduk Banjarmasin terdiri atas penduduk yang lama, penduduk yang diangkut dari Negara Daha dan Bandar Muara Bahan, serta penduduk yang datang belakangan.
[23] Perang Makassar (1660-1669) menyebabkan banyak pedagang (
Melayu-Bugis) pindah dari Somba Opu, pelabuhan
kesultanan Gowa ke Banjarmasin.
[24] Pasca Perang Banjar-Inggris II tahun 1707,
orang Tionghoa mulai menetap di Banjarmasin.
[25] Valentyn melaporkan penduduk Banjarmasin tahun 1720 berjumlah sekitar 7.000 jiwa, sedangkan pada tahun 1780 menurut laporan Radermacher berjumlah sekitar 8.500 yang terdiri massa campuran orang Jawa, Makassar, Bugis dan orang Melayu dari Johor, Minangkabau dan Palembang. Kebanyakannya orang Jawa.
[26] Dewasa ini suku asli di kota ini adalah
suku Banjar dan
suku Dayak Bakumpai (orang Berangas). Suku bangsa di kota ini antara lain:
(Sumber: Badan Pusat Statistik - Sensus Penduduk Tahun 2000)
Suku lainnya antara lain:
Keberadaan suku-suku ini ditandai dengan adanya rumah ibadah yang berlatang belakang suku-suku tersebut.
Obyek Wisata
Pasar Lima di Banjarmasin
Plaza Posindo Banjarmasin
Sejarah
Rumah orang Belanda di Banjarmasin (tahun 1900-an)
- 1900 : Soeara Borneo, didirikan di Banjarmasin, menggunakan bahasa Melayu.
- 1901 : Pewarta Borneo, terbit menggunakan bahasa Melayu. Berdirinya perkumpulan sosial Seri Budiman.
- 1904 : Budi Sempurna, perkumpulan sosial yang didirikan Kiai Mohammad Zamzam.
- 1906 : Sinar Borneo, terbit menggunakan bahasa Melayu. Berdirinya perkumpulan Indra Buana.
- 1907 : Pengharapan terbit menggunakan bahasa Melayu.
- 1916 : Al Madrasatul Arabiah dan Al Waliah berdiri di Seberang Mesjid, Banjarmasin Tengah.
- 1918 : Banjarmasin, ibukota Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad.
- 1 Juli 1919 : Deean gemeente mulai berlaku beranggotakan 7 orang Eropa, 4 Bumiputra dan 2 Timur Asing.
- 1923 : Nasional Borneo Kongres I. Dunia Isteri, organisasi wanita Sarekat Islam dipimpin Ny. Masiah.
- 1924 : Nasional Borneo Kongres II
- 1926 : Surat kabar Bintang Borneo(bahasa Melayu-China) dan Borneo Post (bahasa Belanda) dengan W. Schmid sebagai redakturnya.
- 1927 : Soeara Borneo, didirikan oleh Hausman Baboe, bercorak nasional serta memuat berita-berita nasional.
- 1929 : Persatuan Putera Borneo, merupakan cabang dari Persatuan Pemuda Borneo Surabaya di Banjarmasin yang dipengaruhi nasionalisme PNI Soekarno.
- 1930 : Bendahara Borneo, nama suatu usaha Studi Fonds di Banjarmasin yang anggotanya dari kaum pegawai.
- 4 April 1935 : Gereja Dayak Evangelis berdiri di Banjarmasin.[27]
- 1938 : Otonomi kota Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin.
- 1942 : R. Mulder, walikota Banjarmasin dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
- Februari 1942 :Borneo Shimbun, nama surat kabar yang diterbitkan Jepang untuk Kalimantan Selatan.
- 1945-1957 : Banjarmasin sebagai ibukota provinsi Kalimantan dengan gubernur Ir. H. Pangeran Muhammad Noor.
- 9 November 1945 : Pertempuran di Banjarmasin
- 10 Nopember 1991 : Peresmian Museum Wasaka oleh Gubernur Kalsel Ir. H. Muhammad Said
- 23 Mei 1997 : Peristiwa Jumat Kelabu/Jumat Membara, kampanye pemilu yang berakhir kerusuhan bernuansa SARA (partai).[28]
- 2005 : Terpilihnya H. Ahmad Yudhi Wahyuni Usman sebagai walikota untuk masa jabatan 2005-2009
Banjarmasin di Masa Kesultanan Banjar
Olohmasih
Perahu Tambangan bersampung bengkok (melengkung), yang sekarang sudah punah
Banjarmasih adalah nama kampung yang dihuni
suku Melayu. Kampung ini terletak di bagian utara muara sungai
Kuin, yaitu kawasan Kelurahan
Kuin Utara dan
Alalak Selatan saat ini. Kampung Banjarmasih terbentuk oleh lima aliran sungai kecil yaitu
sungai Sipandai,
sungai Sigaling,
sungai Keramat,
sungai Jagabaya dan
sungai Pangeran yang semuanya bertemu membentuk sebuah danau. Kata
banjar berasal dari bahasa Melayu yang berarti kampung, atau juga berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang tepian sungai. Banjarmasih berarti kampung orang-orang Melayu, sebutan dari dari orang Ngaju (suku Barangas) yang menghuni kampung-kampung sekitarnya. Penduduk Banjar Masih dikenal sebagai
Olohmasih artinya orang Melayu sebutan oleh Oloh Ngaju (oloh = orang, ngaju = hulu) tersebut. Pemimpin masyarakat Oloh Masih disebut Patih Masih, yang nama sebenarnya tidak diketahui. Menurut Hikayat Banjar, ketika menjadi ibukota kerajaan (1520), Banjarmasin memiliki pelabuhan perdagangan yang disebut
Bandar yang letaknya di tepi
sungai Martapura di sebelah hulu dari muara sungai Kelayan.
[rujukan?]
Keraton Banjarmasih 1526-1612
Rumah Adat Kota Banjarmasin
Pada abad ke-16 muncul Kerajaan Banjarmasih dengan raja pertama Raden Samudera, seorang pelarian yang terancam keselamatannya oleh pamannya Pangeran Tumenggung yang menjadi raja
Kerajaan Negara Daha sebuah kerajaan
Hindu di pedalamam (
Hulu Sungai). Kebencian Pangeran Tumenggung terjadi ketika
Maharaja Sukarama masih hidup berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang kelak menggantikannya sebagai
raja. Raden Samudera sendiri adalah putra dari Puteri Galuh Intan Sari, anak perempuan Maharaja Sukarama. Atas bantuan
Arya Taranggana,
mangkubumi negara Daha,
Raden Samudera melarikan diri ke arah hilir
sungai Barito yang kala itu terdapat beberapa kampung diantaranya kampung Banjarmasih.
Patih Masih dan para
patih (kepala kampung) sepakat menjemput Raden Samudera yang bersembunyi di kampung Belandean dan setelah berhasil merebut
Bandar Muara Bahan di
daerah Bakumpai yaitu
bandar perdagangan negara Daha dan memindahkan pusat perdagangan ke Banjarmasih beserta para penduduk dan pedagang, kemudian menobatkan Raden Samudera menjadi raja dengan gelar Pangeran Samudera. Hal ini menyebabkan peperangan dan terjadi penarikan garis demarkasi dan blokade ekonomi dari pantai terhadap pedalaman. Pangeran Samudera mencari bantuan militer ke berbagai wilayah pesisir Kalimantan yaitu
Kintap,
Satui,
Swarangan,
Asam Asam,
Laut Pulo,
Pamukan,
Pasir,
Kutai,
Berau,
Karasikan,
Biaju,
Sebangau,
Mendawai,
Sampit,
Pembuang,
Kota Waringin,
Sukadana,
Lawai dan
Sambas. Hal ini untuk menghadapi
Kerajaan Negara Daha yang secara
militer lebih kuat dan penduduknya kala itu lebih padat. Bantuan yang lebih penting adalah bantuan militer dari
Kesultanan Demak yang hanya diberikan kalau raja dan penduduk memeluk Islam.
Kesultanan Demak dan dewan
Walisanga kala itu sedang mempersiapkan aliansi strategis untuk menghadapi kekuatan kolonial
Portugis yang memasuki kepulauan
Nusantara dan sudah menguasai
Kesultanan Malaka.
Sultan Trenggono mengirim seribu pasukan dan seorang penghulu
Islam yaitu
Khatib Dayan yang akan mengislamkan
raja Banjarmasih dan rakyatnya. Pasukan
Pangeran Samudera berhasil menembus pertahanan musuh.
Mangkubumi Arya Taranggana menyarankan rajanya daripada rakyat kedua belah pihak banyak yang menjadi korban, lebih baik kemenangan dipercepat dengan perang tanding antara kedua raja. Tetapi pada akhirnya
Pangeran Tumenggung akhirnya bersedia menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera.
Dengan kemenangan Pangeran Samudera dan diangkutnya
rakyat negara Daha (orang
Hulu Sungai) dan penduduk
Bandar Muara Bahan (
orang Bakumpai) maka muncullah
kota baru yaitu Banjarmasih yang sebelumnya hanya sebuah
desa yang berpenduduk sedikit. Pada
24 September 1526 bertepatan tanggal
6 Zulhijjah 932 H,
Pangeran Samudera memeluk
Islam dan bergelar
Sultan Suriansyah (
1526-
1550). Rumah
Patih Masih dijadikan
keraton, juga dibangun
paseban,
pagungan,
sitilohor (
sitihinggil),
benteng,
pasar dan
masjid (
Masjid Sultan Suriansyah). Muara
sungai Kuin ditutupi
cerucuk (trucuk) dari pohon ilayung untuk melindungi keraton dari serangan musuh. Di dekat
muara sungai Kuin terdapat
rumah syahbandar yaitu Goja Babouw Ratna Diraja seorang
Gujarat.
[29]
Banjarmasih Sesudah Tahun 1612
Kerajaan Banjarmasih berkembang pesat, Sultan Suriansyah digantikan anaknya Sultan
Rahmatullah 1550-
1570, selanjutnya
Sultan Hidayatullah 1570-
1620 dan
Sultan Musta'inbillah 1520-
1620. Untuk memperkuat pertahanan terhadap musuh, Sultan Mustainbillah mengundang
Sorang yaitu panglima perang suku Dayak Ngaju beserta sepuluh orang lainnya untuk tinggal di keraton. Seorang masuk Islam dan menikah dengan adik sultan, kemunkinan dia masih kerabat dari isteri Sultan yaitu
Nyai Siti Diang Lawai yang berasal dari kalangan suku Dayak. Tahun
1596 :
Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di
Kesultanan Banten. Hal ini dibalas ketika
ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin tanggal
7 Juli 1607.
Pada tahun
1612, armada
Belanda tiba di Banjarmasih untuk membalas atas ekspedisi tahun 1607. Armada ini menyerang Banjarmasih dari arah
pulau Kembang dan menembaki
Kuin ibukota Kesultanan Banjar sehingga
Banjar Lama atau kampung Keraton dan sekitarnya hancur, sehingga
ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke
Martapura. Walaupun ibukota kerajaan telah dipindahkan tetapi aktivitas perdagangan di pelabuhan Banjarmasih tetap ramai. Menurut berita dinasti Ming tahun
1618 menyebutkan bahwa terdapat rumah-rumah di atas air yang dikenal sebagai rumah Lanting (rumah rakit) hampir sama dengan apa yang dikatakan Valentijn. Di Banjarmasin banyak sekali rumah dan sebagian besar mempunyai dinding terbuat dari bambu (bahasa Banjar:
pelupuh) dan sebagian dari kayu. Rumah-rumah itu besar sekali, dapat memuat 100 orang, yang terbagi atas kamar-kamar. Rumah besar ini dihuni oleh satu keluarga dan berdiri di atas tiang yang tinggi. Menurut Willy kota Tatas (Banjarmasin) terdiri dari 300 buah rumah. Bentuk rumah hampir bersamaan dan antara rumah satu dengan lainnya dihubungkan dengan titian. Alat angkutan utama adalah jukung atau perahu.
Selain rumah-rumah panjang di pinggir sungai terdapat lagi rumah-rumah rakit yang diikat dengan tali rotan pada pohon besar di sepanjang tepi sungai. Kota Tatas merupakan sebuah wilayah yang dikelilingi
sungai Barito,
sungai Kuin dan
Sungai Martapura seolah-olah membentuk sebuah pulau sehingga dinamakan pulau Tatas. Di utara Pulau Tatas adalah Banjar Lama (Kuin) bekas ibukota pertama Kesultanan Banjar, wilayah ini tetap menjadi wilayah Kesultanan Banjar hingga digabung ke dalam Hindia Belanda tahun
1860. Sedangkan pulau Tatas dengan Benteng Tatas (Fort Tatas) menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang sekarang menjadi pusat kota Banjarmasin saat ini. Nama Banjarmasih, oleh Belanda lama kelamaan diubah menjadi Banjarmasin. Kota Banjarmasin modern mencakup pulau Tatas,
Kuin dan daerah sekitarnya.
[rujukan?]
Banjarmasin di Masa Kolonial
Kesultanan Banjar dihapuskan Belanda pada tanggal
11 Juni 1860, merupakan wilayah terakhir di
Kalimantan yang masuk ke dalam
Hindia Belanda, tetapi perlawanan rakyat di pedalaman Barito baru berakhir dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman pada
24 Januari 1905. Kedudukan golongan bangsawan Banjar sesudah tahun
1864, sebagian besar hijrah ke wilayah
Barito mengikuti Pangeran
Antasari, sebagian lari ke rimba-rimba, antara lain hutan Pulau Kadap Cinta Puri, sebagian kecil dengan anak dan isteri dibuang ke
Betawi,
Bogor,
Cianjur, dan
Surabaya, sebagian mati atau dihukum gantung. Sementara sebagian kecil menetap dan bekerja dengan Belanda mendapat ganti rugi tanah, tetapi jumlah ini amat sedikit.
[30]
Struktur Pemerintahan 1898
Pada tahun
1898 Belanda kemudian mengangkat seorang Residen berkedudukan di Banjarmasin yaitu C.A. Kroesen, dengan dibantu oleh Sekretaris: E.J. Gerrits,
Commies (komis): G.J. Mallien,
Commies ke-2 : F.N. Messchaert dan
landmeter en rooi meester : G.J. Beaupain. Sedangkan dalam Afdeeling Banjarmasin, jabatan
Asisten Residen : E.B. Masthoff, Kepala polisi : C.W.H. Born, jabatan
Ronggo : Kiahi Mas Djaja Samoedra,
Luitenants der Chinezen : The Sin Yoe dan Ang Lim Thay,
Kapitein der Arabieren : Said Hasan bin Idroes Al Habesi.
[31] Setiap kampung Belanda dipimpin
Wijkmeester, seperti kampung Litt. A oleh G.J. Mallien; Litt. B oleh R.R. Hennemann, Litt. C. oleh K.F. Pereira, Litt. D oleh G. Weidema, Litt. E oleh H.G.A. Henevelt.
[30]
Masyarakat Kolonial yang Pluralistik
Ekspansi modal dan teritorial setelah tahun 1870 diikuti dengan imigrasi intelek Belanda dan pengusaha hingga muncullah "enclave masyarakat bule" sebagai pusat kebudayaan Barat di tengah masyarakat Banjar yang
muslim dan tradisional. Masyarakat kolonial yang pluralistik dengan ciri adanya pemisahan warna kulit antara penguasa dengan rakyat yang dikuasai, adanya sub ordinasi politik serta ketergantungan ekonomi, dan ekslusivisme setiap golongan hidup terpisah dan merasa lebih unggul dari yang lainnya. Dengan bertambah penduduk kulit putih yang berkuasa politis dan ekonomi atas suatu kota, timbullah hasrat untuk mengatur urusan sendiri lebih bebas dari ketentuan pemerintah kolonial.
[30]
Masyarakat kulit putih diberi keleluasan untuk mengatur kepentingan kelompok mereka melalui sebuah Dewan
Gemeente. Masyarakat Eropa ini akhirnya berhasil membentuk pemerintahan Eropah untuk orang Eropah, adanya seorang
Burgemeester kota di samping Residen yang sudah ada di dalam Karesidenan Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo.
Stijl hidup Barat pun ikut terbawa.
Bahasa Belanda menjadi bahasa golongan yang terpelajar dan lapisan atas. Perkembangan modernisasi kota Banjarmasin dengan pusat-pusat perkantoran, bank, firma-firma Belanda, gereja, jalanan kampung Belanda, pasar, alun-alun, sungai dengan jembatan ringkap. Tumbuhnya kebudayaan Barat di dalam tubuh
kebudayaan Banjar yang tradisional dengan kontak yang saling mempengaruhi dan memberikan stimulans akulturasi dan enkulturasi.
[30]
Di lingkungan priyayi baru, kelompok kiai dan pegawai pemerintah bumiputera yang mendapat didikan Belanda merasa status sosialnya lebih tinggi dari pada masyarakat bisa. Pakaian barat dan bahasa Belanda menjadi ciri khas orang berpendidikan. Dalam masyarakat tradisional, tuan guru yaitu para ulama sangat dihormati karena kharisma dan pengetahuan agamanya. Naik
haji merupakan keinginan yang kuat karena status haji dapat merubah status sosial dan pandangan umum, ditambah lagi dengan kombinasi pengetahuan agama dan kekayaan yang dimiliki dari perdagangan dan pertanian. Lambat laun diffusi budaya modern mendesak yang tradisional misalnya bentuk dan jenis pakaian mulai berubah baik pada pria maupun wanita, pemakaian gramofoon dengan lagu klasik dan kroncong, film bisu, sandiwara, tonil, dan radio menggeser
gamelan Banjar, tari topeng,
Wayang Kulit Banjar, dan
Wayang Gung.
[30]
Gemeente Raad 1919
Penghibahan
otonomi yang pertama kepada masyarakat
kulit putih di Banjarmasin tercantum dalam
Lembaran Negara Hindia Belanda tahun
1919 no.252 tertanggal
1 Juli 1919. Gemeente Raad Banjarmasin beranggotakan 13 orang yaitu 7 orang Eropa, 4
bumiputera dan 2
Timur Asing. Dewan ini diketuai : P.J.F.D. Van De Riveira (Asisten Residen Afdeeling Banjarmasin), dengan anggota : Pangeran Ali,
Amir Hasan Bondan, B.J.F.E. Broers, A.H. Dewald, H.M.G. Dikshoorn, Mr. L.C.A. Van Eldick Theime, Hairul Ali, H.H. Gozen, Lie Yauw Pek, Mohammad Lelang, J. Stofkoper, Tjie San Tjong, J.C. Vergouwen dan sekretaris : G. Vogel. Walaupun pada kulitnya pembentukan Gemeente Banjarmasin dan
Gemeente Raad menyangkut segi politik semua golongan masyarakat Banjarmasin, dalam pelaksanaan selanjutnya meliputi segi-segi kepentingan golongan kulit putih semata, kepentingan pemnerintah dan pengusaha Belanda, pendidikan anak-anak kulit putih, rekreasi kulit putih, kebersihan kota, penerangan, air minum dan sebagainya seperti terlihat pada jalanan kampung Belanda (Resident de Haanweg).
[30]
[sunting] Ibukota Borneo 1938
Selanjutnya tahun
1938, Kalimantan menjadi gouvernorment Borneo yang terdiri dari Karesidenan Borneo Barat, dan Karesidenan Selatan dan Timur Borneo yang beribukota di Banjarmasin, dengan Gubernur
A. Haga.
Gemeente Banjarmasin ditingkatkan dengan
Stads Gemeente Banjarmasin. Sejak adanya Provincial Raad (Banjar Raad) sejak Agustus
1938. Wakil Kalimantan dalam Volksraad adalah Pangeran Muhammad Ali, selanjutnya digantikan anaknya yaitu Ir.
Pangeran Muhammad Noor (1935-1938), kemudian digantikan Mr. Tajuddin Noor (1938-1942)
[30]
AVC Membumihanguskan Banjarmasin 8 Februari 1942
Masuknya Jepang dari Kaltim ke wilayah Kalsel tanggal
6 Februari 1942 di
Bongkang. Tanggal
8 Februari 1942 tiga buah kapal KPM masuk Banjarmasin untuk evakuasi massa Belanda ke pulau Jawa. Pada saat kapal terakhir berangkat, Algemene Vernielings Corps (AVC) yaitu korp perusak melaksanakan tugas bumi hangus agar fasiltas yang ada tidak digunakan oleh Jepang, Banjarmasin menjadi lautan api.
Banjarmasin bergetar oleh ledakan dinamit yang keras. Gubernur
A. Haga dan pejabat terasnya lari ke Kuala Kapuas selanjutnya ke Puruk Cahu dalam rencana
perang gerilya untuk kelak merebut Banjarmasin kembali yang sudah tentu tidak mungkin didukung oleh rakyat jajahan. Apa yang tertinggal dari kebanggaan
Kompeni tidak ada lagi. Kerusuhan menjalar, terjadi penjarahan terhadap gudang-gudang firma dan rumah Belanda, pertokoan dan Grand Hotel. Pasar Baru terbakar pada malam harinya.
[30]
Jepang Menduduki Banjarmasin 1942-1945
Dengan persetujuan walikota H. Mulder, orang-orang Indonesia membentuk pemerintahan
Pimpinan Pemerintahan Civil (PPC) diketuai Mr. Roesbandi. Tanggal
10 Februari 1942, walikota Banjarmasin H. Mulder, Ruitenberg (Kepala Polisi) dan Muelmans menjalani hukuman tembak oleh Bala Tentara Jepang, di tepi Jembatan Coen yang telah diputus AVC, mayatnya dibuang ke sungai Martapura. Disusul 3 orang Belanda dan 3 Tionghoa dipancung juga. Di Telawang, Luth (konteler Tanjung), inspektur Labrijn, Balk (konteler Pleihari) dan H.J. Honning (pegawai rubberisteriksi) dipancung mayatnya dibiarkan bergelimpangan untuk menakuti rakyat. Pada 12 Februari 1942, Jepang mengeluarkan maklumat, Banjarmasin dan daerahnya dibawah PPC. Para
Kiai(kepala distrik) diangkat kembali ke posnya masing-masing.
[30]
Tanggal 17 Maret, Jepang membawa Kapten van Epen kembali ke Puruk Cahu untuk melucuti dan melakukan penyerahan diri pihak militer dan pemerintahan sipil Belanda. Tanggal
18 Maret 1942,
Kiai Pangeran Musa Ardi Kesuma diangkat sebagai
Ridzie membawahi daerah Banjarmasin, Hulu Sungai dan Kapuas-Barito. Dan wakil Ridzie ditunjuk
dr. Sosodoro Djatikoesoemo, sedangkan Wakil Ketua "Gemeente Banjarmasin" yang disebut
Haminta adalah Mr. Roesbandi. Para tawanan orang Belanda yang dijemput dari Puruk Cahu dimasukan ke barak
Benteng Tatas, wanita dan anak-anak ditahan di bekas rumah opsir menghadap Ringweg (Jl. Loji). Semua terjadi bawah tontonan rakyat yang menghinanya. Masyarakat kelas atas yang tadinya memerintah diperlakukan sebagai paria oleh Jepang. Hidup dalam
kamp konsentrasi dengan penderitaan dan kekurangan makanan. Dalam tawanan Dr. A. Haga sempat membuat rencana-rencana untuk pemulihan kekuasaan, tetapi akhirnya ketahuan
Jepang.
[30]
Pada bulan
Mei 1942, semua pihak yang tersangkut sebanyak lebih dari 200 orang ditangkap dan akhirnya dibunuh Jepang diantaranya dr.Soesilo dan Santiago Pareira. Segala lapangan kehidupan masyarakat pada masa itu diawasi dengan ketat oleh
Kempetai. Menjelang akhir kekuasaan Jepang, banyak
romusha berupa manusia berkerangka berbalut kulit penuh koreng, para gadis belia asal
Jawa maupun
Kalimantan Selatan sendiri yang dijadikan
jugun ianfu[30] seperti yang dialami
Mardiyem (Momoye) dan
Soetarbini (Miniko) yang didatangkan dari
Yogyakarta ke Banjarmasin ketika berusia 13 tahun dipaksa dalam perbudakan seks. Sampai di
ian jo Telawang mereka tempatkan dalam kamar-kamar yang bertuliskan nama-nama dalam
bahasa Jepang, sepanjang hari melayani kebutuhan
seks para militer dan sipir Jepang. Penderitaan Mardiyem selaku saksi hidup peristiwa tersebut telah dibukukan dalam
Momoye Mereka Memanggilku.
[32] Di Banjarmasin sedikitnya terdapat 3 buah
ian jo (asrama jugun ianfu).
Hotel Grand Mentari Banjarmasin
Lagu Daerah
- Kampung Batuah
- Talambat Badatang
- Pangeran Suriansyah
- Banua Banjar
Wakil Rakyat DPRD Banjarmasin 2009-2014
DPRD Banjarmasin terdiri atas 5 Daerah Pemilihan :
Daerah Pemilihan Banjarmasin I (8 kursi)
Partai Politik | Caleg Terpilih | Keterangan |
PKS | Muhammad Fauzan | - |
PAN | H.M. Faisal Hariyadi | - |
Golkar | Matnor Ali F | - |
PPP | Hj. Jumiati SH | - |
PDIP | Suyato, S.E., M.M. | - |
PBR | Hj. Rinda Herliani, S.E. | - |
Demokrat | M Firmansyah | - |
Demokrat | Sri Nurmaningsih | - |
Daerah Pemilihan Banjarmasin II (11 kursi)
Partai Politik | Caleg Terpilih | Keterangan |
PKS | Mathari, S.Ag | - |
PAN | Drs. H. Sastra H. | - |
PKB | Yuriawati Zai Rose | - |
Golkar | Ananda, S.Ked | - |
PPP | Arufah | - |
PDIP | Hj. Mahrita, SE | - |
PBR | Chandra Bayu | - |
PBR | Mursyid | - |
Demokrat | Totok Hariyanto, S.Pd. | - |
Demokrat | Ruslan | - |
Demokrat | Edhy Susantyo | - |
Daerah Pemilihan Banjarmasin III (7 kursi)
Partai Politik | Caleg Terpilih | Keterangan |
Hanura | Noval | - |
PKS | Mushaffa Zakir, Lc | - |
PAN | M. Dafik As'ad, SE. MM. | - |
Golkar | H. Iwan Rusmali, SH. | - |
PBR | M. Isnaini, SE. | - |
Demokrat | Bambang Yanto Permono | - |
Demokrat | Dewi Sanjaya | - |
Daerah Pemilihan Banjarmasin IV (8 kursi)
Partai Politik | Caleg Terpilih | Keterangan |
PKS | Awan Subarkah, STP | - |
PAN | Hj. Ismina Mawarni | - |
Golkar | H. Abadi Noor Supit | - |
PPP | Drs. Johansyah | - |
PDIP | H. Rudi Naparin, ST. | - |
PBR | H. Zainal A. Husni | - |
Demokrat | Abdul Gais | - |
Demokrat | Hj. Ratna Juwita RD | - |
Daerah Pemilihan Banjarmasin V (11 kursi)
Partai Politik | Caleg Terpilih | Keterangan |
PKPB | Agus Arya Sandy | - |
Gerindra | Muhammad Fahmi | - |
PKS | Aliansyah | - |
PAN | H. Abdul Muis | - |
Golkar | H.A. Rudiani, SE. | - |
PPP | Khairul Saleh, SE. MM. | - |
PBB | M. Ismail Ibrahim, SE. | - |
PDIP | Noorsiana Budiarsih | - |
PBR | Andi Effendi, SPd. | - |
Demokrat | Edy Yusuf | - |
Demokrat | Emma Chandra H. | - |